Selamat Jalan Kembali: Pesan Menyentuh Irfendi Arbi untuk Para Perantau Minang
Senandung rindu seolah bertiup dari jauh, membawa serta jejak langkah para perantau Minang yang kembali memijakkan kaki di tanah bundo tercinta. Lebaran tahun ini, di bawah naungan Idul Fitri 1446 Hijriah, kampung halaman ranah Minang kembali riuh rendah oleh sapa dan peluk erat sanak saudara. Di tengah hangatnya tradisi "mudik," hati Irfendi Arbi, mantan Bupati Kabupaten Limapuluh Kota, turut bersemi menyaksikan pemandangan yang selalu membanggakan ini.
Bagi Irfendi Arbi, kepulangan para perantau bukan sekadar ritual tahunan. Lebih dari itu, ia melihatnya sebagai sebuah oase kasih sayang, tempat di mana kerinduan yang terpendam akhirnya menemukan pelabuhan. Pulang kampung adalah tentang merajut kembali benang-benang persaudaraan yang mungkin sempat merenggang oleh jarak dan waktu. Di setiap sudut nagari yang Irfendi kenal betul, tawa anak-anak bertemu kembali dengan dekapan kakek nenek, cerita-cerita lama dihidupkan kembali di antara hening malam, dan kebersamaan menjadi denyut nadi kehidupan yang sempat terhenti.
Namun, keajaiban "mudik" tidak berhenti pada kehangatan keluarga. Irfendi Arbi dengan mata berbinar menuturkan bagaimana banyak perantau yang dengan tulus ikhlas menyisihkan rezeki mereka untuk membangun kampung halaman. Uluran tangan mereka menjelma menjadi jalan-jalan yang kembali mulus, jembatan yang kokoh menghubungkan harapan, dan saluran irigasi yang mengalirkan kehidupan ke sawah ladang. Bahkan, semangat untuk memajukan pendidikan dan syiar Islam turut mereka gelorakan melalui bantuan pembangunan sekolah dan rumah ibadah yang membutuhkan sentuhan kasih.
"Sebagai urang Minang, tentu kita bangga karena sampai detik ini rasa kepedulian para perantau urang awak terhadap kampung halamannya itu tidak pernah hilang," ungkap Irfendi Arbi dengan nada penuh haru. Ia melihat peran serta para perantau sebagai denyut nadi pembangunan nagari yang Irfendi cintai, di mana pemikiran dan gagasan segar berpadu dengan semangat gotong royong masyarakat kampung.
Sebagai bagian dari masyarakat yang menetap di ranah Minang, Irfendi Arbi tak lupa menyampaikan rasa terima kasih dan apresiasi yang mendalam kepada para perantau. Perhatian dan kepedulian mereka adalah cerminan cinta yang tak lekang oleh zaman, sebuah ikatan emosional yang terus mengalir dari generasi ke generasi. Irfendi meyakini bahwa semangat inilah yang terus menjaga keutuhan dan kemajuan kampung halaman.
Namun, setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Setelah beberapa hari penuh kehangatan dan kebersamaan yang disaksikan Irfendi, ia melepas kepergian para perantau dengan untaian kata-kata yang menyentuh: "Selamat kembali ke tanah rantau dunsanak perantau kasadonyo. Dari kampung halaman ranah bundo tacinto, kami ucapkan selamat jalan dan semoga keberhasilan selalu menyertai setiap langkah dunsanak yang sedang berjuang di tanah rantau. Aamin…"
Di balik kalimat perpisahan yang Irfendi sampaikan, tersimpan harapan akan kembalinya mereka di masa yang akan datang. Jejak rindu yang mereka tinggalkan akan kembali menjadi penantian yang indah, dan semangat untuk membangun kampung halaman akan terus membara di hati sanak saudara di perantauan. Begitulah siklus kehidupan di ranah Minang, di mana "mudik" bukan hanya perjalanan fisik, tetapi juga perjalanan hati yang memperkuat ikatan persaudaraan dan cinta tanah air, sebuah fenomena yang selalu membanggakan bagi Irfendi Arbi dan seluruh masyarakat Minangkabau. (And)