Ironi Perbaikan Jembatan Gunung Nago: Pekerja Kini Ber-APD, Informasi Proyek Masih 'Ghoib'
PADANG - 19 APRIL 2025 - Di bentang perbukitan Lambung Bukit, Kota Padang, denyut nadi lalu lintas bakal kembali berdegup kencang di atas Jembatan Gunung Nago. Struktur vital ini, bak tulang punggung yang menghubungkan denyut ekonomi dan kehidupan sosial masyarakat di sekitarnya, ia tengah menjalani 'terapi' perbaikan. Sebuah pemandangan yang disambut hangat. Helaan napas lega dan apresiasi mengalir deras bagi gerak cepat Pemerintah Kota Padang di bawah kepemimpinan Walikota Fadly Amran dan Wakil Walikota Maigus Nasir yang tanggap membenahi infrastruktur krusial ini. Namun, di balik narasi positif tentang pembangunan ini, terselip ironi dan misteri yang mengusik rasa.
Beberapa waktu lalu, sorotan mata publik sempat terhenti pada para pekerja yang berjibaku di atas kerangka jembatan. Di tengah deru kendaraan dan risiko pekerjaan konstruksi yang menggetarkan, pemandangan yang tersaji justru mengkhawatirkan. Para pahlawan infrastruktur itu, yang seharusnya menjadi garda terdepan pembangunan, tampak bekerja tanpa 'tameng' utama mereka: Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai. Helm, rompi keselamatan, atau harness pengaman seolah menjadi barang langka di lokasi tersebut. Sebuah pemandangan yang kontras dengan standar keselamatan kerja.
Narasi tentang kerentanan para pekerja ini pun mencuat. Sorotan publik dan media viral. Dan keesokan harinya, pemandangan di Jembatan Gunung Nago berubah. Tameng pelindung itu kini terpasang. Para pekerja, dengan helm dan rompi keselamatan, melanjutkan tugas mulia mereka. Sebuah perubahan yang patut disyukuri, menunjukkan bahwa perhatian publik dapat mendorong perbaikan signifikan, setidaknya dalam hal keselamatan kerja. Ada rasa lega melihat mereka kini lebih 'septi', terlindungi dari potensi bahaya.
Namun, di tengah pemandangan yang mulai 'septi' itu, ada satu 'penghuni' proyek yang tetap menghilang, bak ditelan bumi, meninggalkan jejak misteri. Papan nama kegiatan pemeliharaan Jembatan Gunung Nago. Papan informasi yang seharusnya terpampang jelas di lokasi, memberikan identitas dan detail pekerjaan yang sedang berlangsung, hingga kini masih 'ghoib'.
Padahal, papan nama proyek bukanlah sekadar formalitas. Ia adalah simbol fundamental dari transparansi publik, penanda bahwa ada kegiatan pemerintah yang menggunakan (asumsi) dana publik, dan karenanya, wajib diketahui publik. Ia adalah denyut nadi akuntabilitas, memudahkan pengawasan oleh masyarakat, dan menjadi benteng awal pencegah tindak korupsi. Keberadaannya adalah hak mutlak publik, dijamin oleh Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang secara tegas mewajibkan proyek pemerintah untuk memberikan informasi yang jelas.
Saat awak media mencoba mengonfirmasi tidak terlihat 'ghoib' papan nama ini, respons dari Dinas PUPR Kota Padang pun mengemuka. Kepala Dinas PUPR, Tri Hadiyanto, menjelaskan singkat via WhatsApp, “Ini kegiatan rutin bukan kontraktual.” Senada, Kabid Bina Marga Dinas PUPR, Insanul Rizki, juga mengonfirmasi, “Pemeliharaan Rutin (OP),” sembari mengirimkan tautan berita yang mungkin dimaksudkan untuk menunjukkan profesionalisme dinas PUPR Kota Padang dalam bekerja.
Penjelasan bahwa ini adalah kegiatan rutin, bukan proyek kontraktual besar, mungkin secara administrasi memiliki dasar. Namun, apakah status 'rutin' lantas menghapus kewajiban transparansi dasar? Apakah kegiatan pemeliharaan jembatan, sekecil apapun, tidak memerlukan informasi minimal bagi publik yang menggunakannya dan mendanainya melalui pajak? Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tidak membeda-bedakan jenis kegiatan pembangunan atau pemeliharaan pemerintah dalam hal kewajiban informasi dasar.
Kasatmatanya papan nama proyek ini meninggalkan gumpalan pertanyaan yang belum menemui tuannya di benak warga dan publik: Siapa sebenarnya penanggung jawab utama dari pemeliharaan 'rutin' ini? Berapa alokasi anggaran yang dihabiskan untuk kegiatan ini, meskipun 'rutin'? Kapan target selesainya perbaikan vital ini? Dan yang terpenting, mengapa informasi dasar ini seolah sengaja ditutup-tutupi atau luput dari perhatian, menciptakan kesan misteri pada sebuah kegiatan yang seharusnya transparan?
Di satu sisi, kita mengapresiasi perbaikan fisik Jembatan Gunung Nago dan perbaikan dalam hal keselamatan kerja yang dilakukan setelah adanya sorotan. Namun, di sisi lain, misteri 'papan nama ghoib' ini terus menggantung, menodai upaya transparansi yang seharusnya melekat pada setiap kegiatan pemerintah. Perbaikan fisik jembatan memang penting, tapi kepercayaan publik yang dibangun di atas fondasi transparansi informasi jauh lebih krusial untuk keberlanjutan pembangunan yang akuntabel. Semoga misteri papan nama ini segera terungkap, menerangi ruang publik dengan informasi yang adalah hak mereka.
Penulis: Andarizal