Penggelapan Pajak PMA: Sandiwara Kerugian yang Tak Berkesudahan

Di balik gemerlap investasi asing yang membanjiri negeri ini, tersimpan sebuah ironi yang menganga: dugaan penggelapan pajak oleh ribuan Perusahaan Modal Asing (PMA). Sebuah sandiwara kerugian yang telah lama dimainkan, merampok hak-hak rakyat dan menggerogoti pundi-pundi negara.

Kisah ini bukanlah cerita baru. Sejak tahun 2005, aroma busuk penggelapan pajak oleh PMA telah tercium menyengat. Menteri Keuangan kala itu, Jusuf Anwar, dengan lantang mengungkap dugaan kerugian negara sebesar Rp 250 triliun akibat ulah 750 PMA yang gemar melaporkan kerugian fiktif. Namun, alih-alih mendapat dukungan, ia justru tersingkir dari jabatannya.

Seolah tak gentar, para pelaku terus memainkan dramanya. Pada tahun 2013, Dirjen Pajak Fuad Rahmani kembali membuka tabir kelam ini. Ia menyebutkan angka yang lebih mencengangkan: 4.000 PMA dari 7.000 yang terindikasi melakukan penggelapan pajak. Lagi-lagi, dalih klasik dilontarkan: keterbatasan aparat pemeriksa pajak.

Puncaknya, pada tahun 2016, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengungkapkan dugaan kerugian negara sebesar Rp 500 triliun akibat ulah 2.000 PMA yang melaporkan kerugian selama 10 tahun berturut-turut. Namun, nasibnya tak jauh berbeda dengan pendahulunya. Ia pun tergantikan, dan kasus ini kembali menguap.

Ironisnya, Sri Mulyani, yang dua kali menduduki kursi Menteri Keuangan, seolah enggan mengusut tuntas kasus ini. Pertanyaannya, ada apa di balik sikap ini? Apakah ada kekuatan besar yang melindungi para pelaku?

Modus yang digunakan pun terbilang klasik: income decreasing, atau melaporkan kerugian secara terus-menerus. Sebuah teknik yang sangat sistematis, masif, dan berkelanjutan, yang menunjukkan adanya kesengajaan untuk menghindari kewajiban pajak.

Penggelapan pajak ini bukan sekadar angka-angka statistik. Ini adalah pengkhianatan terhadap rakyat, yang haknya dirampok demi keuntungan segelintir orang. Ini adalah tamparan keras bagi penegakan hukum di negeri ini, yang seolah tak berdaya menghadapi kekuatan modal asing.

Kita tidak bisa terus membiarkan sandiwara ini berlanjut. Negara ini membutuhkan tindakan nyata, bukan sekadar janji-janji kosong. Kita membutuhkan pemimpin yang berani, yang tidak gentar menghadapi tekanan dari mana pun.

Saatnya bagi kita untuk bersuara, untuk menuntut keadilan, untuk mengembalikan hak-hak rakyat yang telah dirampok. Jangan biarkan negeri ini terus menerus diperdaya oleh para pengemplang pajak.

Penulis: Harianof, Wartawan Utama/Pemimpin Redaksi Tabloid Berita Indonesia Raya.


Topik Terkait

Baca Juga :