Jejak Langkah Irwan Prayitno: Gubernur, Intelektual, dan Maestro Pantun Spontan
Irwan Prayitno, seorang tokoh yang dikenal luas di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat, memiliki perjalanan hidup yang kaya dan beragam. Lahir di Yogyakarta pada tahun 1963, dengan gelar Datuak Rajo Bandaro Basa, atau akrab disapa IP, Irwan Prayitno bukan hanya seorang politikus ulung yang menjabat sebagai Gubernur Sumatera Barat selama dua periode (2010-2015 dan 2015-2021) dan anggota DPR RI selama tiga periode sebelumnya. Lebih dari itu, ia adalah seorang psikolog, akademisi, pendiri yayasan pendidikan, dan yang mungkin kurang diketahui banyak orang, seorang pencipta ribuan pantun spontan.
Masa mudanya dihabiskan di Padang, di mana ia menempuh pendidikan menengah. Jiwa aktivisnya mulai tumbuh saat berkuliah di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) pada tahun 1982. Setelah lulus, ia kembali ke Padang dan mendirikan Yayasan Pendidikan Adzkia, sambil terus aktif sebagai konsultan dan dosen. Ketertarikannya pada politik membawanya bergabung dengan Partai Keadilan (kini PKS), bahkan ia sempat memimpin perwakilan partai di Malaysia saat melanjutkan studi S-3 di Universitas Putra Malaysia.
Karier politiknya melesat, mengantarkannya ke kursi DPR RI selama tiga periode, di mana ia dikenal sebagai sosok yang gigih memperjuangkan berbagai isu, termasuk energi alternatif. Kemampuannya dalam lobi politik tercatat dalam sejarah, bahkan ia pernah menolak tawaran untuk menjadi menteri demi fokus pada tugasnya di parlemen. Di luar politik, kecintaannya pada dunia pendidikan tetap membara. Ia meraih gelar Guru Besar di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan juga menjadi Guru Besar luar biasa di Universitas Negeri Padang (UNP).
Puncak karier politiknya di Sumatera Barat dimulai pada tahun 2010, ketika ia terpilih menjadi Gubernur. Kepemimpinannya diuji hebat oleh dampak gempa bumi dahsyat tahun 2009. Namun, dengan fokus pada rehabilitasi dan rekonstruksi, ia berhasil memulihkan kondisi provinsi dan mendapatkan apresiasi dari pemerintah pusat. Ia dikenal sebagai pemimpin yang sederhana, bahkan rumah dinasnya sempat menjadi kantor sementara demi memprioritaskan perbaikan fasilitas publik.
Namun, di balik kesibukannya sebagai seorang gubernur dan politikus, Irwan Prayitno menyimpan sebuah hobi unik dan produktif: menciptakan pantun secara spontan. Sejak Februari 2016, ia telah menghasilkan tidak kurang dari 60.000 pantun yang kemudian dirangkum dalam 30 jilid buku bertajuk "Pantun Spontan ala IP".
Pantun, sebagai warisan budaya Melayu, adalah bentuk puisi tradisional yang terdiri dari empat baris dengan sajak a-b-a-b. Biasanya, pantun mengandung nasihat, jenaka, atau sekadar ungkapan perasaan. Namun, apa yang membuat karya Irwan Prayitno begitu istimewa adalah kemampuannya menciptakan pantun dalam berbagai situasi secara spontan. Dari pertemuan formal hingga obrolan santai, ide-ide pantun seolah mengalir begitu saja dari benaknya.
Keahliannya ini bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga menjadi bagian dari gaya komunikasinya. Ia sering menggunakan pantun dalam berbagai kesempatan, baik dalam pidato resmi, acara-acara seremonial, maupun dalam interaksi sehari-hari dengan masyarakat. Pantun-pantunnya tidak hanya menghibur tetapi juga seringkali mengandung pesan-pesan moral, nasihat bijak, atau sekadar refleksi atas berbagai peristiwa.
Karya pantunnya yang begitu banyak telah diterbitkan dalam bentuk buku, menjadi catatan unik dalam perjalanan hidup seorang tokoh publik. Dari seorang aktivis dakwah, psikolog, akademisi, hingga menjadi seorang gubernur yang sukses, Irwan Prayitno juga mewariskan ribuan bait pantun yang menjadi cerminan kearifan lokal dan kekayaan budaya Indonesia. Kisahnya membuktikan bahwa seorang pemimpin bisa memiliki beragam talenta dan minat, dan bahkan di tengah kesibukan yang padat, masih bisa berkarya dan memberikan warna yang khas bagi bangsa dan daerahnya. "Pantun Spontan ala IP" bukan hanya sekadar kumpulan puisi, tetapi juga sebuah catatan perjalanan seorang Irwan Prayitno dalam menakhodai Sumatera Barat dan memaknai kehidupan.