Janji Memburu Koruptor ke Antartika, Mampukah Mengikis Kanker Korupsi di Indonesia?

Penulis: Harianof  "Wartawan Utama" 

(12239-LPDS/WU/DP/XII/2017/19/08/64) 

Korupsi, musuh bebuyutan bangsa, kembali menjadi sorotan tajam. Pernyataan keras Presiden Prabowo untuk memburu para koruptor hingga ke Antartika, seperti yang diberitakan Indonesia Raya pada 13 Februari 2025, sontak membangkitkan harapan di tengah keresahan masyarakat. Namun, mampukah retorika ini benar-benar menjadi kenyataan, atau sekadar janji manis yang kembali terulang?

Pakar antikorupsi, Atino Ivana, dalam perbincangannya di Padang, dengan lugas menggambarkan korupsi sebagai "penyakit kanker" yang perlahan menggerogoti kekebalan tubuh bangsa. Analogi yang tepat, mengingat dampak korupsi memang merusak sendi-sendi kehidupan bernegara, mulai dari kerugian finansial yang fantastis hingga terhambatnya kemajuan bangsa. Bahkan, tak berlebihan jika dikatakan bahwa tingginya angka korupsi menjadi salah satu biang keladi ketidakmajuan Indonesia.

Janji Presiden Prabowo untuk memiskinkan koruptor melalui pengesahan RUU Perampasan Aset adalah langkah yang patut diapresiasi. Seperti yang ditegaskan Atino Ivana, sudah saatnya para koruptor tidak lagi bisa menikmati hasil kejahatannya. Penerapan UU Tindak Pidana Pencucian Uang secara maksimal, di mana terdakwa harus membuktikan bahwa harta kekayaannya bukan hasil korupsi, menjadi kunci penting dalam upaya ini.

Namun, harapan ini kembali diuji oleh pandangan pesimistis dari Tokoh Pejuang Gerakan Reformasi 98, Zulkifli Jailani. Melalui sambungan telepon dari Bogor, beliau menyuarakan kekecewaannya terhadap remisi dan pembebasan bersyarat bagi koruptor. Menurutnya, hal ini mencerminkan kemunduran dalam upaya pemberantasan korupsi, terutama jika dibandingkan dengan era pemerintahan sebelumnya.

Lebih lanjut, Zulkifli Jailani menyoroti lemahnya dukungan politik sebagai kendala utama. Tanpa dukungan politik yang kuat, upaya pemberantasan korupsi akan sulit membuahkan hasil. Pernyataan beliau tentang "penghancuran KPK" sebagai fakta lemahnya dukungan politik menjadi alarm bagi kita semua. Jika lembaga antirasuah saja dilemahkan, bagaimana mungkin kita bisa berharap korupsi akan benar-benar diberantas?

Retorika memang penting untuk membangun persepsi dan menjaga kepercayaan publik. Namun, perang melawan korupsi membutuhkan lebih dari sekadar kata-kata. Dibutuhkan tindakan nyata, penegakan hukum yang tegas, dan dukungan politik yang solid. Janji untuk memburu koruptor hingga ke Antartika akan menjadi sekadar "gertak sambal" belaka jika tidak diiringi dengan langkah-langkah konkret dan komitmen yang tak tergoyahkan.

Sudah saatnya sistem peradilan tindak pidana korupsi memberikan hukuman maksimal bagi para pejabat korup. Pemiskinan koruptor harus benar-benar dilakukan, bukan hanya menjadi wacana. Lebih dari itu, dukungan politik yang kuat adalah fondasi utama dalam memberantas kejahatan luar biasa ini. Jika tidak, mimpi Indonesia bersih dari korupsi akan terus menjadi ilusi yang tak pernah terwujud. Kita berharap, janji Presiden Prabowo kali ini bukan sekadar obral janji, melainkan awal dari babak baru pemberantasan korupsi yang lebih efektif dan membawa perubahan nyata bagi bangsa ini.



Topik Terkait

Baca Juga :