RS Unand Gandeng Pihak Ketiga untuk Musnahkan Limbah Infeksius di Pulau Jawa
Rumah Sakit Universitas Andalas (RS Unand) bekerja sama dengan pihak ketiga, PT. Artama Sentosa Indonesia, untuk mengelola dan memusnahkan limbah infeksius mereka. Proses pemusnahan limbah infeksius ini dilakukan di sebuah insinerator yang berlokasi di pulau Jawa.
Kepala Instalasi Kesehatan Lingkungan (Kesling) RS Unand, Delyasri Nasra Marsa, Amd, menjelaskan bahwa kerja sama dengan pihak ketiga ini merupakan bagian dari upaya RS Unand untuk memastikan pengelolaan limbah infeksius dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Untuk pengelolaan limbah infeksius, kita bekerja sama dengan pihak ketiga," ujar Delyasri saat dikonfirmasi awak media goasianews.com dan mitrarakyat.com di kantornya, lantai tiga, ruang rapat RS Unand, Senin (20/01/2025).
Delyasri menambahkan bahwa PT. Artama Sentosa Indonesia bertanggung jawab untuk mengangkut limbah infeksius dari Tempat Penampungan Sementara (TPS) RS Unand ke lokasi TPS milik mereka di daerah Kecamatan Lubuk Begalung, Kota Padang. Selanjutnya, limbah tersebut akan dibawa ke tempat pembakaran (insinerator) di pulau Jawa.
"Pengangkutan limbah infeksius dilakukan dua kali seminggu, dari TPS RS Unand ke lokasi TPS milik PT. Artama Sentosa Indonesia," jelas Delyasri.
Sebelum dikirim ke pulau Jawa, limbah infeksius yang berada di TPS RS Unand didinginkan terlebih dahulu hingga suhu nol derajat Celsius. Proses pendinginan ini bertujuan untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi.
Delyasri mengungkapkan bahwa rata-rata limbah infeksius yang dihasilkan oleh RS Unand setiap minggunya mencapai 300 hingga 400 kilogram. Ia memastikan bahwa seluruh proses pengelolaan limbah infeksius di RS Unand telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
"Intinya, dalam pengelolaan limbah ini kami melakukannya sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku dan ditetapkan," tegas Delyasri.
Menyimak poin-poin Delyasri:
Pengelolaan limbah infeksius RS Unand dilakukan bekerja sama dengan pihak ketiga, yaitu PT. Artama Sentosa Indonesia.
Proses pengangkutan limbah infeksius diangkut dua kali seminggu dari TPS RS Unand ke TPS milik PT. Artama Sentosa Indonesia di Lubuk Begalung, lalu dibawa ke insinerator di Pulau Jawa untuk dibakar.
Prosedur pendinginan sebelum diangkut, limbah infeksius didinginkan hingga suhu 0 derajat Celsius.
Jumlah limbah rata-rata limbah infeksius yang dihasilkan per minggu adalah 300-400 kg.
Keamanan dan regulasi proses pengelolaan limbah ini diklaim sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kesimpulan awal:
RS Unand telah berupaya untuk mengelola limbah infeksius sesuai dengan peraturan yang berlaku. Namun, beberapa pertanyaan masih perlu dijawab untuk memastikan bahwa proses pengelolaan limbah ini benar-benar aman dan efektif.
Pertanyaan yang mungkin muncul:
Mengapa harus jauh-jauh ke Pulau Jawa? Jarak yang jauh tentu berimplikasi pada biaya transportasi yang lebih tinggi. Apakah tidak ada insinerator yang lebih dekat?
Bagaimana memastikan keamanan selama proses pengangkutan? Limbah infeksius memiliki risiko tinggi penularan penyakit. Apakah ada prosedur khusus untuk memastikan keamanan selama proses pengangkutan?
Apa alasan memilih PT. Artama Sentosa Indonesia sebagai mitra? Apakah ada pertimbangan khusus seperti harga, teknologi yang digunakan, atau reputasi perusahaan?
Bagaimana cara memastikan bahwa limbah benar-benar dimusnahkan dengan aman dan tidak mencemari lingkungan? Apakah ada mekanisme pengawasan dan pelaporan yang dilakukan?
Saran:
Transparansi: RS Unand perlu lebih transparan dalam memberikan informasi terkait pengelolaan limbah infeksius. Misalnya, dengan mempublikasikan data-data terkait jumlah limbah, biaya yang dikeluarkan, dan hasil pemantauan kualitas lingkungan.
Evaluasi: Perlu dilakukan evaluasi secara berkala terhadap proses pengelolaan limbah, termasuk kinerja pihak ketiga.
Peningkatan kapasitas: RS Unand perlu meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan limbah medis, termasuk pelatihan bagi petugas dan pengembangan sistem informasi.
Keterlibatant: Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengawasan dan pengendalian limbah medis.
Padang 30 Januari 2025
Penulis: Andarizal, Ketua Umum Kolaborasi Jurnalis Indonesia (KJI)