Ketimpangan Akses Pendidikan di Indonesia Sebagai Salah Satu Masalah dalam Pranata Pendidikan

Pendidikan seharusnya menjadi alat pemutus rantai kemiskinan dan jembatan menuju masa depan yang lebih baik. Namun, di Indonesia, kenyataan berbicara sebaliknya, ketimpangan akses pendidikan masih menjadi persoalan utama yang mencederai prinsip keadilan sosial. Anak-anak di daerah terpencil sering kali tidak memiliki akses yang sama terhadap pendidikan bermutu dibandingkan mereka yang tinggal di perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa pranata pendidikan kita belum sepenuhnya berhasil memenuhi tanggung jawabnya sebagai pilar pembangunan bangsa dan cita-cita mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945 akan semakin sulit tercapai.  

Cita-cita Indonesia Emas 2045, yang merupakan visi negara untuk menjadi bangsa yang maju dan sejahtera, tidak akan terwujud tanpa perhatian serius terhadap permasalahan ketimpangan akses pendidikan. Pendidikan adalah kunci utama untuk membangun sumber daya manusia yang berkualitas, yang pada gilirannya akan menggerakkan roda ekonomi dan menciptakan kemajuan bangsa. Namun, selama ketimpangan dalam akses pendidikan masih terjadi, terutama antara wilayah perkotaan dan pedesaan, cita-cita ini hanya akan tetap menjadi angan-angan yang disusun dengan rapi.

Pendidikan yang berkualitas harus dapat diakses oleh setiap anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau lokasi geografis. Sayangnya, ketidakmerataan sarana dan prasarana pendidikan di berbagai daerah menyebabkan banyak anak di daerah terpencil dan kurang berkembang tidak dapat merasakan pendidikan yang setara dengan anak-anak di kota besar. Tanpa keberhasilan dalam memberantas ketimpangan ini, Indonesia Emas 2045 tidak akan lebih dari sebuah cita-cita kosong yang tidak terwujud, karena pendidikan adalah dasar paling penting untuk menciptakan generasi penerus yang kompeten dan siap menghadapi tantangan global. 

Ketimpangan akses pendidikan di Indonesia mencakup berbagai aspek, mulai dari infrastruktur, tenaga pengajar, hingga distribusi anggaran. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi sekolah (APS) di Indonesia masih bervariasi secara signifikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan. Fakta memperlihatkan bahwa APS untuk jenjang SMA di perkotaan lebih tinggi dari APS untuk jenjang SMA pedesaan. Ketimpangan ini mencerminkan kurangnya pemerataan dalam sistem pendidikan kita.  

Ketimpangan infrastruktur dan teknologi menjadi kendala dalam sistem pendidikan Indonesia. Di daerah terpencil, banyak sekolah kekurangan fasilitas dasar seperti ruang kelas layak, perpustakaan, buku pelajaran, hingga akses internet. Laporan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2023 menunjukkan bahwa banyak sekolah yang masih menghadapi ketimpangan ini, dengan wilayah Indonesia Timur sebagai area yang paling terdampak. Padahal, di era digital, akses internet merupakan elemen krusial untuk menunjang pendidikan modern, termasuk pembelajaran jarak jauh, penelitian, dan penguasaan teknologi. Ketimpangan ini menyebabkan kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah maju dan tertinggal semakin nyata.

Ketimpangan tersebut tidak hanya disebabkan oleh kondisi geografis, tetapi juga hasil dari kebijakan yang belum efektif dalam menjawab kebutuhan lapangan. Misalnya, Dana Alokasi Khusus (DAK) bidang pendidikan sering kali tidak dimanfaatkan secara optimal. Alih-alih membangun fasilitas di daerah tertinggal, dana tersebut terkadang terserap untuk kebutuhan administratif atau proyek pembangunan yang kurang prioritas. Kebijakan lain, seperti pengadaan teknologi Pendidikan yang kurang memperhatikan kesiapan daerah dalam memanfaatkannya. Akibatnya, ketimpangan teknologi terus berlangsung, menghambat pemerataan pendidikan di seluruh Indonesia.  

Keterbatasan infrastruktur jalan yang buruk di daerah-daerah terpencil menjadi salah satu hambatan utama dalam akses pendidikan di Indonesia. Berdasarkan laporan Kementerian Pekerjaan Umum 2023, sejumlah besar anak-anak di pedalaman kesulitan mencapai sekolah akibat kondisi jalan yang rusak parah atau tidak adanya jalur transportasi yang memadai. Di daerah-daerah ini, perjalanan menuju sekolah bisa memakan waktu berjam-jam dan menghadapi risiko keselamatan karena jalan yang tidak terawat. Kondisi ini memengaruhi tingkat absensi siswa yang tinggi, serta menurunkan semangat mereka untuk belajar. Banyak dari mereka yang akhirnya lebih memilih untuk tidak bersekolah atau terpaksa berhenti sekolah karena tantangan perjalanan yang sulit, sehingga peluang mereka untuk mendapatkan pendidikan berkualitas semakin terbatas.

Untuk mengatasi masalah ini, pembangunan infrastruktur transportasi di daerah terpencil harus menjadi prioritas utama pemerintah. Meningkatkan kualitas jalan dan memastikan aksesibilitas transportasi umum yang terjangkau akan mengurangi waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk mencapai sekolah. Pembangunan jalan yang lebih baik dan penyediaan sarana transportasi yang layak akan membantu siswa menghindari perjalanan panjang yang penuh tantangan. Selain itu, program transportasi gratis atau subsidi bagi siswa yang tinggal di daerah sulit dijangkau perlu digalakkan. Hal ini penting agar anak-anak dari daerah terpencil tidak lagi terhambat oleh keterbatasan akses transportasi. Dengan infrastruktur yang lebih baik, siswa dapat bersekolah dengan lebih teratur dan lebih semangat, sehingga proses pendidikan mereka dapat berlangsung dengan lebih optimal. Pemerintah juga dapat menggandeng sektor swasta dan lembaga pendidikan untuk menciptakan solusi kreatif yang mendukung aksesibilitas pendidikan di daerah-daerah terisolasi.

Kualitas guru menjadi salah satu faktor utama yang memengaruhi ketimpangan pendidikan di Indonesia. Di daerah perkotaan, rasio guru dan murid umumnya ideal, sehingga siswa mendapat perhatian lebih baik. 

Sebaliknya, di daerah pedesaan dan terpencil, rasio ini sering kali terlalu tinggi, bahkan satu guru harus menangani banyak kelas sekaligus. Berdasarkan data Kementerian Pendidikan, guru di wilayah terpencil sering kekurangan pelatihan dan tidak memiliki kualifikasi yang sesuai standar. Situasi ini berimbas pada rendahnya kualitas pendidikan yang diterima siswa di daerah tertinggal dibandingkan dengan mereka yang bersekolah di kota. Ketimpangan ini semakin menguatkan adanya jurang kesempatan antara berbagai wilayah.

Teknologi dapat menjadi solusi efektif untuk mengurangi ketimpangan kualitas guru. Pemerintah harus mengoptimalkan digitalisasi pendidikan dengan mengarahkan program seperti kelas daring dan aplikasi pembelajaran ke daerah terpencil. Teknologi ini memungkinkan siswa mendapatkan akses ke materi dari guru yang lebih berkualitas, tanpa terbatas oleh lokasi. Namun, penerapan teknologi saja tidak cukup. Dibutuhkan pelatihan intensif bagi guru agar mereka mampu memanfaatkan teknologi secara maksimal, serta pendampingan bagi siswa untuk mencegah “gap” teknologi. Dengan perencanaan yang matang dan implementasi yang tepat, teknologi dapat menjadi jembatan yang mempersempit ketimpangan pendidikan antarwilayah di Indonesia.

Ketidakmerataan ekonomi di Indonesia menjadi salah satu penghalang terbesar dalam menciptakan sistem pendidikan yang inklusif dan berkualitas. Berdasarkan data BPS tahun 2023, sekitar 15% anak-anak dari keluarga miskin tidak melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP atau SMA karena keterbatasan biaya. Meskipun pendidikan dasar adalah hak yang dijamin, banyak keluarga yang kesulitan memenuhi biaya sekolah menengah dan tinggi, baik itu untuk biaya operasional sekolah, transportasi, maupun kebutuhan lainnya. Selain itu, tingginya biaya pendidikan tinggi, seperti uang kuliah dan biaya hidup, juga memperburuk kesenjangan ini, sehingga anak-anak dari keluarga kurang mampu cenderung tidak memiliki kesempatan yang sama untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Ketimpangan ekonomi ini memperburuk jurang ketidaksetaraan sosial, di mana hanya mereka yang berada di kelas ekonomi atas yang memiliki akses penuh terhadap pendidikan berkualitas, sementara yang berada di lapisan bawah terhambat oleh keterbatasan finansial.

Untuk mengurangi ketimpangan ini, pemerintah harus mengimplementasikan kebijakan pendidikan gratis di semua jenjang, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, bagi keluarga kurang mampu. Meskipun beberapa program beasiswa dan bantuan sudah ada, pemerintah perlu memperluas cakupan dan meningkatkan transparansi agar tidak ada anak yang terlewatkan karena keterbatasan informasi atau birokrasi. Selain itu, penerapan program subsidi biaya hidup dan pendidikan bagi siswa miskin dapat membantu mereka untuk fokus pada pendidikan tanpa terhalang oleh kebutuhan sehari-hari yang meningkat. 

Penguatan dana pendidikan untuk daerah-daerah miskin juga diperlukan, agar sekolah-sekolah di wilayah tersebut memiliki sumber daya yang cukup untuk memberikan fasilitas yang memadai. Program beasiswa harus tidak hanya mencakup biaya pendidikan, tetapi juga memberikan dukungan untuk kebutuhan lainnya, seperti biaya buku, transportasi, dan akomodasi. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan ketimpangan dalam akses pendidikan dapat diminimalkan, dan anak-anak dari keluarga miskin memiliki kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, sehingga mengurangi kesenjangan sosial-ekonomi yang ada.

Ketimpangan akses pendidikan merupakan salah satu tantangan terbesar yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia. Masalah ini tidak hanya terbatas pada ketidakmerataan fasilitas fisik, tetapi juga mencakup aspek kebijakan, distribusi tenaga pengajar, dan ketidakmerataan anggaran pendidikan. Akses pendidikan yang tidak merata mengakibatkan kesenjangan yang signifikan antara daerah perkotaan dan pedesaan, antara mereka yang mampu secara ekonomi dan yang tidak, serta antara kelompok yang memiliki kesempatan lebih dan yang tertinggal. Oleh karena itu, solusi yang efektif harus melibatkan kebijakan yang berbasis pada pemerataan dan keadilan. 

Pemerintah perlu memastikan alokasi anggaran yang lebih besar untuk daerah-daerah tertinggal, serta meningkatkan kualitas pelatihan guru di daerah tersebut. Selain itu, pemanfaatan teknologi pendidikan secara optimal dapat menjadi alat untuk memperkecil kesenjangan, menyediakan sumber belajar yang lebih merata, dan meningkatkan kualitas pendidikan, bahkan di daerah yang paling terisolasi sekalipun.

Namun, solusi tersebut bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Sebagai masyarakat, kita juga memiliki peran penting dalam mendorong, mendukung, dan mengawasi implementasi kebijakan pendidikan yang adil dan merata. Pendidikan adalah hak dasar setiap anak bangsa, tanpa memandang lokasi geografis atau latar belakang ekonomi mereka. Oleh karena itu, menciptakan sistem pendidikan yang inklusif bukan hanya tentang mewujudkan keadilan sosial, tetapi juga membangun masa depan bangsa yang lebih baik.

Dengan pendidikan yang lebih merata, kita dapat membuka peluang yang lebih besar bagi setiap anak Indonesia untuk berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan negara. Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia tidak hanya dapat mengurangi ketimpangan sosial, tetapi juga meningkatkan daya saing dan menciptakan generasi penerus yang lebih berkualitas dan siap menghadapi tantangan global.

Oleh: Siti Aisyah : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas. Email: aisyah160206@gmail.com



Topik Terkait

Baca Juga :